Minimum viable product atau biasa disingkat mpv menjadi istilah yang sangat populer di dunia startup sekarang. Konsep ini sangat penting dalam mengawali perjalanan sebuah startup untuk mencegah kegagalan “produk” di pasar.
Bagaimanapun juga, setiap startup menghadapi risiko gagal ketika baru meluncurkan produk. Konsumen tidak menerimanya, meski kamu telah mengeluarkan biaya tinggi untuk melengkapi fitur-fiturnya.
Dengan website toko online yang lengkap dan praktis, tidak ada lagi penghalang untuk optimalkan peluang pertumbuhan bisnismu.
Karena risiko itu, Eric Ries seorang konsultan dan penulis startup melontarkan ide untuk membuat sebuah produk sederhana sebagai uji coba ke pasar. Konsep produk uji coba yang ia sebut sebagai minimum viable product itu ia tulis dalam bukunya yang berjudul “the Lean Startup”.
Apa itu minimum viable product, dan mengapa penting dalam perjalanan sebuah startup? Untuk yang berkecimpung di dunia startup, informasi di bawah ini sangat penting kamu pahami.
Apa Itu Minimum Viable Product/mvp?
Alasan mengenai pentingnya mvp bisa dilihat dari data survey tahun 2019 yang dirilis Listlink seperti yang kami kutip dari ordoapp di bawah ini. Menurut survey tersebut, penyebab kegagalan terbesar dari sebuah startup ternyata adalah karena konsumen tidak membutuhkan produk yang mereka luncurkan. Berikut datanya.
Kalau kita identifikasi berdasarkan grafik di atas, terlihat jelas ya, masalah utama dari kegagalan startup adalah tidak adanya ‘market needs’. Nah, masalah inilah yang kemudian melahirkan ide tentang perlunya pemilik startup untuk bereksperimen mengembangkan sebuah produk (semacam prototype) dalam versi paling sederhana yang masih bisa rilis ke pasar. Tujuannya adalah untuk menerima masukan perbaikan dari target pasar.
Pendekatan melalui semacam‘prototype product’ itulah yang dimaksud dalam konsep minimum viable product. Sebuah konsep yang kemudian lazim dalam pengembangan produk startup mengingat salah satu sifat unik mereka adalah trial dan error. Melalui tahap pengembangan ini, pemilik bisa melakukan validasi pasar dengan cepat dan murah guna mendapatkan bukti apakah konsumen suka dan butuh produk mereka.
Untuk gampangnya saja, definisi mvp adalah pengembangan awal pada sebuah produk baru (atau situs baru/app baru/servis baru) sebuah startup, yang siap pakai bagi pengguna pertama (early user).
Karakter Minimum Viable Product
Dengan pendekatan di atas, sebagai pendiri startup kamu harus paham bagaimana karakteristik dasar mvp. Pemahaman ini penting agar kamu bisa tahu, seperti apa strategi pengembangan produk selanjutnya yang diterima konsumen.
Menurut Technopedia, karakteristik utama minimum viable product adalah, yaitu:
-
Punya Daya Tarik Buat Penggunanya
Meski fitur-fiturnya masih sederhana, kamu harus memastikan bahwa pengguna bisa menilai bahwa produk startup kamu punya nilai lebih yang menarik bagi mereka. Ini memang bukan pekerjaan gampang, tapi daya tarik pada pandangan pertama adalah syarat mutlak. Pasalnya kalau sudah tertarik, users biasanya akan sukarela memberikan feedback yang sangat berguna untuk pengembangan produkmu sesuai kebutuhan mereka.
-
Punya Manfaat Masa Depan
Karakteristik kedua dari konsep ini adalah produknya punya peluang untuk sustain dalam jangka panjang meski fiturnya masih sederhana saat launching. Kamu harus mampu meyakinkan kepada users bahwa produk itu bersifat sementara, dan fitur-fiturnya akan terus mengalami pengembangan agar mereka terus mendapatkan manfaat terbaik dari produk startup milikmu.
-
Akselerasi Pengembangan Produk melalui Feedback
Karakter ketiga ini bisa dibilang merupakan sisi keunggulan karena startup milikmu bisa mendapatkan ide pengembangan produk berdasarkan users feedback. Mintalah masukan apapun dari pengguna, baik tentang fitur maupun penggunaan produk. Manfaatkan feedback itu untuk menyempurnakan produk akhirmu. Dari feedback itu kamu bisa membuat keputusan bisnis yang tepat, apakan proyek itu akan berlanjut kepada pengembangan produk, atau kamu perlu mengubah produk secara dramatis, atau justru stop sampai di sini.
Tujuan dan Manfaat Minimum Viable Product
Dalam beberapa kasus, mvp bisa merupakan bagian dari alat lain untuk menguji kelayakannya sebelum pengembangan sebagai alat atau software lanjutan. Dengan kata lain, mvp yang hanya merupakan produk dengan serangkaian fitur dasar, adalah cara cerdas yang bisa menjadi landasan kamu untuk segera merilis produk ke pasar. Karena melalui pembuatan mpv, kamu bisa melakukan uji permintaan produk, sebelum merilis produk dalam versi yang lebih lengkap.
Praktik ini juga akan menghindarkan kamu dari besarnya biaya implementasi, serta potensi kegagalan dan kerugian modal dalam jumlah besar. Pasalnya, kamu sudah mendapatkan data dan feedback riil dari pengguna sungguhan. Feedback ini sangat penting untuk menjadi acuan penyempurnaan fitur-fitur produk selanjutnya.
Tak hanya mendapatkan insight berharga tentang mana yang prospektif dan model mana yang gagal, produk minimalis ini juga bisa menjadi batu loncatan untuk sukses masa depan bisnismu. Melalui prototype awal yang kamu bikin, orang bisa menilai apakah produk itu layak dan punya prospek bagus untuk jangka panjang. Bagi investor, faktor ini merupakan salah satu nilai lebih ketika mereka memutuskan akan mendanai sebuh perusahaan rintisan. Mereka akan mempertimbangkan apakah produk startupmu memang cocok untuk penggunaan user sungguhan.
Cara Kerja Minimum Viable Product
Cara kerja mpv sebagaimana dijelaskan dalam ordoapp adalah sebagai berikut :
Pertama, startup melakukan eksperimen pembuatan produk sederhana berdasarkan hipotesis awal. Kedua, mencari tahu apakah hipotesis/ide tersebut valid atau tidak melalui metode build-measure-learn. Metode ini merupakan penggabungan dari ide, kecepatan pembuatan produk dan pengukuran efektivitasnya di pasaran untuk mengumpulkan data mengenai respon perilaku konsumen. Data itulah yang nantinya menjadi landasan keputusan bisnis kamu terkait keberlanjutan produk itu. Apakah akan meneruskan pengembangannya sampai menemukan produk yang tepat sesuai kebutuhan pasar? Atau malah menghentikannya sama sekali.
Selanjutnya yang ketiga, kamu harus melakukan evaluasi produk tersebut dengan mengukur efektivitasnya untuk menjawab market needs. Kamu harus mendapatkan data apakah produk itu memberikan value lebih kepada pengguna? Selain itu, temukan juga data bagaimana konsumen baru bisa menemukan produk tersebut. Data ini akan menggambarkan sisi penetrasi pasar baru.
Namun karena tidak semua produk mvp bisa mendapatkan data pada poin ketiga di atas, ada baiknya kamu kembali fokus dengan poin kedua (build-measure-learn) untuk mendapatkan data valid berkelanjutan. Lakukan beragam eksperiman pengembangan produk yang gagal, sampai kamu benar-benar mendapatkan produk yang paling berpeluang mendapatkan penerimaan konsumen. Itulah market needs sejati yang harus kau temukan.
3 Jenis Minimum Viable Product
Pada praktiknya, mengutip techbeacon, ada 3 jenis minimum viable product. Masing-masing adalah:
-
MVP-M : MVP-Pemasaran
Inilah jenis mpv produk minimalis yang inline dengan definisi Ries. Tipe ini cocok untuk menguji pasar dan melihat apakah produk itu menstimulasi pemasaran.
-
MVP-T: MVP-Prototype
Merupakan mvp yang berfungsi untuk demonstrasi teknis. Produk ini merupakan bukti konsep yang sering juga disebut prototype. Kamu hanya memerlukan mvp-T kalau perlu mengeksplorasi desain perangkat lunak dan membuktikan bahwa secara teknis produk itu bisa bekerja seperti yang kita inginkan.
-
MVP-L : MVP- MoSCoW
Bukan ibukota Rusia ya, tapi metode MoSCow di sini adalah akronim dari empat kategori prioritas : Must have, Should have, Could have dan Won’t have. Jadi ini adalah jenis produk yang hanya menyertakan fitur paling penting. Pendekatan tersebut sangat menolong kalau misalnya kamu diburu-buru bos atau stakeholder dalam melakukan prioritas fitur. Praktiknya adalah membangun ‘keharusan’ dalam beberapa bulan.
Go-Jek, Contoh Sukses Minimum Viable Product
Ada banyak contoh startup yang sukses memanfaatkan konsep ini. Di luar merek-merek global yang populer seperti Uber, Dropbox, Airbnb, Snapchat dll, dari dalam negeri kita juga punya contoh tidak kalah hebat yaitu Gojek. Seperti diungkapkan Yogi Prayogo, Mantan iOS Mobile App Develiper di Go-Jek periode 2015-2017, salah satu kunci Go-Jek hingga memiliki eksisitensi sebesar sekarang adalah karena berpegang teguh pada penggunaan konsep minimum viable product.
Melalui konsep ini, produk Go-Jek dikembangkan dengan fitur awal seminimal mungkin, yang penting bisa memenuhi tujuan utama produk yaitu ojek online. Dan setelahnya, produk bisa launching dalam waktu singkat, dan cepat mendapatkan feedback data dari para pengguna awal. Data-data masukan dari users yang mereka dapatkan adalah poin-poin kekurangan produk, dan fitur tambahan apa yang mereka inginkan.
Kemudian data tersebut digunakan sebagai acuan arah pengembangan produk selanjutnya agar produk Go-Jek bisa cepat mempunyai traksi di pasar. Selain itu, karena pengembangan produk dilakukan berdasarkan users feedback, para konsumen itu berpeluang besar melakukan order berulang. Kemampuan traksi di pasar, dan users yang melakukan re-order ini pada akhirnya meningkatkan nilai produk Go-Jek dengan cepat dan sangat bernilai sebagai bahan untuk pengajuan funding selanjutnya kepada investor potensial.
Tantangan Penerapan Minimum Viable Product
Ada beberapa tantangan yang membuat pelaku startup maju mundur untuk mewujudkan project minimum viable product. Padahal bisa jadi, apa yang mereka takutkan itu hanya angan-angan karena semua ada solusinya. Berikut beberapa contoh kesalahan berfikir para pelaku startup yang seringkali menjadi hambatan dalam pembuatan produk mvp dan bagaimana menghadapinya.
-
Merasa Produk Jelek
Sejatinya, kamu harus menyadari bahwa mvp adalah produk paling sederhana yang paling memungkinkan untuk diterima pasar. Karena itu, kamu tidak perlu takut membuat produk yang jelek, atau tidak terkesan mewah. Yang penting, bisa membuktikan hipotesis dan membantumu memahami segmentasi pasar yang kamu tuju.
-
Kelebihan Beban Fitur
Mirip dengan kesalahpahaman nomor satu, banyak pengusaha masih salah memahami gagasan ini. Demi mengejar kesempurnaan produk, mereka mencoba memasukkan setiap fitur dan kehilangan fokus pada nilai inti. Alih-alih sukses menarik users, produk justru kelebihan beban, dan perusahaan pun sudah telanjur kehilangan uang banyak.
-
Memotong Fungsi Kunci produk
Berkebalikan dengan kondisi nomor satu dan nomor 2, kesalahan yang juga sering dilakukan pelaku startup adalah memfilter fitur produk secara berlebihan. Termasuk fungsi kunci produk. Camkan prinsip ini, memberikan seperangkat fitur dasar pada produk tidak berarti merilis produk yang masih mentah.
Kamu harus tetap memberikan produk layak dan fungsional kepada users, yang memungkinkan mereka untuk menyelesaikan seluruh perjalanan dan mencapai tujuannya. Perkara nanti akan kamu tambahkan fitur lebih banyak, tetap taat pada aturan untuk menawarkan solusi lebih cepat dan lebih baik.
-
Takut Mahal
Ingat, minimum viable product tidak harus mirip dengan app mutakhir berfitur sempurna. Karena itu, jangan takut masalah biaya. Banyak mvp yang bisa selesai dengan harga relatif murah, bahkan gratis kalau kamu punya kemampuan programming. Bahkan sebenarnya kamu bisa membuatnya dengan cara paling sederhana karena sekarang banyak platform pembuatan website yang user-friendly seperti wordpress dll.
-
Takut Produk Gagal
Bagaimana kalau ternyata produk uji coba kamu memang gagal? Jangan kecil hati, seperti sudah kita bicarakan di depan, mvp merupakan produk trial & error, sehingga tidak ada istilah gagal di sini. Kamu bahkan bisa mengambil pengalaman kegagalan ini sebagai insight baru untuk mengembangkan produk selanjutnya. Kalau ternyata kegagalan itu lantaran kamu memecahkan masalah yang salah, kembalilah pada panduan awal, bahwa kalayakan bisnis lebih penting daripakan kelayakan teknis.
Dengan website toko online yang lengkap dan praktis, tidak ada lagi penghalang untuk optimalkan peluang pertumbuhan bisnismu.
Kalau kegagalan itu karena faktor pelanggan, kembalilah pada prinsip bahwa yang perlu kamu berikan solusi adalah kebutuhan pelanggan, bukan solusi atas kebutuhan pribadimu.